Ketika Ahmad Surkati Membantu Keluarga Digulis

AHMAD SURKATI
AHMAD SURKATI

Penentangan Ahmad Surkati terhadap penjajahan Belanda sangat jelas. Dukungan beliau terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia juga sangat jelas. Menariknya lagi, meski Ahmad Surkati merupakan bagian dari kelompok Islam dan bahkan simpul gerakan Pan-Islam di Indonesia, beliau tidak membeda-bedakan kelompok dan ideologi para pejuang. Yang penting mereka adalah pejuang melawan penjajah Belanda.

Ketika banyak pejuang kemerdekaan dibuang Belanda ke Tanah Merah, Digoel, Ahmad Surkati mengumpulkan bantuan dari banyak warga Al-Irsyad untuk menyantuni keluarga mereka. Data-data keluarga mereka itu diperoleh dari sahabatnya, Mas Marco Kartodikromo, seorang wartawan revolusioner, novelis dan pejuang kemerdekaan beraliran kiri yang ikut ditahan di Digul pada Juni 1927. Meski dalam keadaan ditahan, Marco tetap bisa mengirimkan tulisan ke beberapa surat kabar dan mengirim surat ke sahabat-sahabatnya.

Ahmad Surkati sudah kenal dengan Mas Marco sebelum dibuang ke Kamp Digoel (Papua). Saat itu Marco dikenal sebagai aktivis Sarekat Islam (Merah) dan berkali-kali masuk penjara kolonial Belanda akibat tulisannya yang menyerang perilaku penjajah. Ia dikenal dengan kata-katanya: “Seseorang belum dikatakan pejuang bila belum pernah merasakan penjara.” Marco meninggal akibat sakit malaria di Kamp Digoel pada tahun 1932 dalam usia 42 tahun.

MARCO KARTODIKROMO
MARCO KARTODIKROMO

Menurut budayawan dan sejarawan Ridwan Saidi, dari surat-menyurat dengan Mas Marco, Ahmad Surkati mengetahui alamat keluarga para pejuang (di Batavia) yang ditahan di Digoel. Dan Ahmad Surkati pun membantu mereka dengan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan. Salah satu yang dibantu adalah keluarga Alimin, tokoh Sarekat Islam Merah kemudian PKI. Alimin saat itu ditangkap penguasa Inggris di Singapura setelah meletus pemberontakan ISDV (PKI) di Hindia Belanda pada tahun 1926, dan kemudian lari ke Moskow (Uni Soviet).

“Jadi, Surkati membantu keluarga pejuang yang dibuang ke Digul (dan lainnya), tidak peduli siapa orangnya (ideologinya). Termasuk keluarga Alimin,” kata Ridwan.* MA

BACA JUGA:
Syekh Ahmad Surkati dan Digulis

Masa Sulit Surkati di Al-Irsyad

AHMAD SURKATI, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (6)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

Di bidang pendidikan, tahun 1919 adalah tahun yang sulit bagi madrasah-madrasah Al-Irsyad. Tampaknya Ahmad Surkati yang diberi tanggung-jawab mengembangkan pendidikan Al-Irsyad, berusaha mencari jalan keluar dari kelemahan dan hambatan yang dihadapinya.

Ia memahami bahwa kualitas guru-guru dan juga anggota pimpinan organisasi yang belum masak, baik imu maupun pengalaman, merupakan penyebab utama berbagai kelemahan di tubuh Al-Irsyad. Organisasi ini, yang saat itu belum berumur empat tahun, telah dituntut membentuk cabang-cabang di daerah, serta dilengkapi dengan pembentukan lembaga pendidikannya. Dengan demikian, kekuatan guru-guru senior Irsyadi, yang sejak berdirinya Al-Irsyad berkumpul di Jakarta, mulai tahun 1917 terbagi-bagi ke pelbagai daerah. Hal itulah yang menyebabkan pada tahun 1919 Ahmad Surkati mengajukan usulan perbaikan pendidikan di lingkungan Al-Irsyad, meliputi kesatuan kurikulum dan silabus, penyusunan buku pelajaran, perpustakaan bagi guru dan mufti, struktur organisasi pendidikan, serta pengajaran ilmu terapan yang akan jadi bekal bagi murid-murid pribumi untuk memperoleh pekerjaan.

Hanya saja, belum sempat Ahmad Surkati dan pimpinan pusat Al-Irsyad membenahi bidang pendidikan, muncul lagi fitnah yang menimpa dirinya. Ahmad Surkati dituduh menjadi biang keladi perpecahan di tengah masyarakat Hadrami. Continue reading “Masa Sulit Surkati di Al-Irsyad”

Badai Fitnah untuk Ahmad Surkati & Al-Irsyad

AHMAD SURKATI, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (5)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

Mendekati tahun 1919 keberadaan Al-Irsyad mengalami kegoncangan akibat tantangan pihak Alawi yang mampu menimbulkan ketegangan di tubuh organisasi ini. Akibat terbitnya risalah Surat al-Jawab di surat kabar Suluh Hindia, golongan Alawi memberikan reaksi keras dan emosional, dalam bentuk penyebaran kecaman dan fitnah lewat surat kabar Al-Iqbal dan Hadramaut.

Sejarah mencatat, konfrontasi itu kemudian meningkat lebih dewasa dengan munculnya buku Alawi yang berjudul Irsal al-Shihab ala Surat al-Jawab yang ditulis Abdullah bin Muhammad Sadaqah Dahlan. Buku ini, oleh Ahmad bin Aqib al-Ansari, atas nama Al-Irsyad, dijawab dengan tulisan yang diberi judul Kitab Fasl al-Khitab fi Ta’yid Surat al-Jawab.

Ada dugaan buku al-Aqib itu dinilai kalangan Alawi sebagai sangat berbahaya bagi keberadaan kepercayaan Alawi. Di sisi lain, perkembangan pesat Madrasah Al-Irsyad pasti akan menimbulkan rasa dengki bagi kaum Alawi. Tak heran bila kaum Alawi berusaha menghambat gerakan Al-Irsyad dengan mempengaruhi pihak ketiga, misalnya dengan mendekati pemerintah Inggris.

Upaya kaum Alawi itu pada tahun 1918 mengakibatkan pemerintah Inggris mengeluarkan larangan bagi kaum Irsyadi memasuki wilayah Inggris.[1] Dan sebagai kelanjutannya, kaum Alawi juga berhasil mendekati sultan-sultan di Hadramaut, yang kemudian mengeluarkan larangan masuk bagi kaum Irsyadi ke negeri itu. Di samping itu, juga dilakukan pengawasan ketat terhadap orang-orang Irsyadi yang sedang berada di Hadramaut.
Continue reading “Badai Fitnah untuk Ahmad Surkati & Al-Irsyad”

Ahmad Surkati Dirikan Madrasah Al-Irsyad

AHMAD SURKATI, Pembaharu & Pemurni Islam di Indonesia (4)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

 

SYEKH AHMAD SURKATI di antara para sahabatnya
SYEKH AHMAD SURKATI di antara para sahabatnya

 

Di saat-saat menyedihkan itu, para pemuka masyarakat Arab Jakarta dari golongan non-Alawi, Umar Manggusy serta dua sahabatnya, Saleh Ubaid dan Said Salim Masy’abi, menemui Ahmad Surkati dan memintanya untuk tidak kembali ke Makkah. Utusan yang dipimpin Umar Manggusy[1] ini mengajak Ahmad Surkati pindah dari Pekojan ke Jati Petamburan dan mempercayakan padanya untuk memimpin madrasah yang mereka dirikan.

Ahmad Surkati menerima ajakan dan permintaan itu. Bertepatan dengan 1Syawal 1332 H atau 6 September 1914 pula secara resmi Ahmad Surkati membuka serta memberi nama sekolah itu Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah. Bersamaan dengan pembukaan madrasah itu, dia juga menyetujui didirikannya jam’iyah yang akan menaunginya. Jam’iyah itu ia namakan “Jam’iyah al-Islah wa Al-Irsyad al-Arabiyah”.

Jam’iyah itu pada tanggal 11 Agustus 1915 memperoleh pengakuan rechtspersoon (status badan hukum) dari pemerintah Belanda. Namun, menurut Husein Abdullah bin Aqil Bajerei[2], walau pengakuan badan hukum itu keluar 11 Agustus 1915 tapi sebagai jam’iyah Al-Irsyad mencatat hari dan tanggal kelahirannya bersamaan dengan resmi dibukanya madrasah Al-Irsyad yang pertama di Jati Petamburan, Jakarta, pada hari Ahad 15 Syawal 1332 H (6 September 1914).
Continue reading “Ahmad Surkati Dirikan Madrasah Al-Irsyad”

Ahmad Surkati di Jamiat Khair, Indonesia

AHMAD SURKATI: Pembaharu & Pemurni Islam di Indonesia (3)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

KIPRAH AHMAD SURKATI DI JAMIAT KHAIR

Ahmad Surkati 220Dari dokumen-dokumen itu dikatakan, Ahmad Surkati datang ke Indonesia di tahun 1329 H atau tahun 1911 M.[1] Ia didatangkan oleh Perguruan Jamiat Khair, suatu perguruan yang anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan Ba-Alawi (keluarga besar Alawi) di Jakarta.[2]

Maksud pengurus Jamiat Khair mendatangkan Ahmad Surkati ialah dalam rangka memenuhi kebutuhan guru. Menurut Deliar Noer, sekolah Jamiat Khair bukan lembaga pendidikan yang semata-mata bersifat agama, tetapi juga mengajarkan ilmu berhitung, sejarah, dan pengetahuan umum lainnya.[3]

Bahasa pengantar di Perguruan Jamiat Khair adalah bahasa Melayu atau Indonesia. Sedang bahasa asing yang diajarkan selain bahasa Arab adalah bahasa Inggris yang termasuk mata pelajaran wajib, pengganti bahasa Belanda yang sengaja tidak diajarkan di sekolah ini.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pengajarnya, Jamiat Khair mendatangkan guru-guru dari daerah dan luar negeri. Sebelum Ahmad Surkati, organisasi ini telah mendatangkan al-Hashimi, guru asal Tunis yang tiba di Indonesia sekitar awal 1911.

Kedatangan Surkati di Jakarta disambut gembira dan penuh hormat oleh pengurus dan warga Jamiat Khair. Bahkan salah seorang pemukanya, Syekh Muhammad bin Abdul Rahman Shihab menyerukan pada masyarakat Arab untuk menghormati Ahmad Surkati. Penghormatan itu bukan saja karena ia mempunyai ilmu yang mendalam, tapi juga kesabaran, ketekunan, dan keikhlasannya mengajar murid-muridnya,dan dalam usaha mengembangkan perguruan Jamiat Khair.
Continue reading “Ahmad Surkati di Jamiat Khair, Indonesia”

Ahmad Surkati, Masa Belajar di Madinah dan Makkah

AHMAD SURKATI: Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (2)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

MASA BELAJAR DI MADINAH DAN MAKKAH

Sewaktu bSyekh Ahmad Surkati aslierada di Makkah, hubungan antara Ahmad Surkati dan keluarganya terputus, karena putusnya jalan haji antara Sudan dan Hijaz. Baru si tahun 1316 H atau tahun 1898 M, yakni setelah tentara Mesir dan Inggris memasuki negeri Sudan, hubungan itu pulih kembali.

Akan halnya Ahmad Surkati, dia ternyata tak lama bermukim di Makkah. Dari keterangan kawannya yang berada di Makkah pada Sati Muhammad, diketahui Ahmad Surkati berada di Makkah hanya sementara, karena dia lalu meneruskan perjalanan ke Madinah.

Di Madinah

Penuturan Sati Muhammad, juga yang disiarkan oleh Majlis Da’wah Al-Irsyad,[1] Ahmad Surkati bermukim di Madinah sekitar empat setengah tahun. Di Madinah ia memperdalam ilmu agama Islam dan bahasa Arab.
Continue reading “Ahmad Surkati, Masa Belajar di Madinah dan Makkah”

Ahmad Surkati dan Masa Kecil di Sudan

AHMAD SURKATI, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (1)

Oleh: Prof. Dr. Bisri Affandi, MA

Masa Kecil dan Remaja Di Sudan

Syekh Ahmad Surkati asliAhmad Surkati lahir di Desa Udfu, Jazirah Arqu, daerah Dongola (Sudan), pada 1292 H atau 1875 M. Ayahnya bernama Muhammad, dan diyakini masih keturunan dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, sahabat Rasulullah saw. dari golongan Anshar.

Berkenaan dengan tradisi beragama di tanah kelahiran Ahmad Surkati, Spencer Trimingham memperkirakan Islam masuk ke Dongula pada abad ke-14. Salah seorang pendiri lembaga pengajaran Islam waktu itu disebut dengan nama Ghulam Allah ibn Aid yang berasal dari Yaman. Kemudian datang empat orang yang mengaku keturunan Jabir melanjutkan lembaga pengajaran tersebut dengan mendirikan khalwa di Sha’iqi, Dongula.

Karena masih keturunan Jabir bin Abdullah al-Anshari maka Muhammad memakai nama tambahan al-Anshari. Mengacu dari nama ayahnya, secara lengkap nama Ahmad Surkati adalah Syekh Ahmad Muhammad Surkati al-Anshari.

Sebutan “Surkati” yang berarti “banyak kitab” (Sur menurut bahasa setempat artinya “kitab”, dan katti menunjukkan pengertian “banyak”)[1] di belakang nama Syekh Ahmad, diambil dari sebutan yang dilekatkan pada kakeknya yang memperoleh sebutan itu karena sepulangnya dari menuntut ilmu di Mesir ia membawa banyak kitab.
Continue reading “Ahmad Surkati dan Masa Kecil di Sudan”

Surkati Sosok Reformer Sejati

AHMAD SURKATI, SOSOK REFORMER SEJATI

Oleh: Abdul Aziz Husein Alkatiri *

Ahmad Surkati 220Syaikh Ahmad bin Muhammad As-Soorkati al-Khazarji al-Anshari, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Syaikh Ahmad Surkati, dilahirkan di Dunggulah, Sudan, pada tahun 1874, berasal dari kalangan keluarga yang taat beragama.

Syaikh Ahmad Surkati ketika masih muda telah banyak menimba ilmu hingga ke Mekkah dan Madinah, sehingga berbagai disiplin ilmu berhasil beliau kuasai, seperti Al-Qur’an, hadits, tafsir, fikih, tauhid dan ilmu falak. Tercatat beberapa nama besar yang pernah memberikan didikan dan pelajaran kepadanya, seperti Syaikh Saleh Hamdan al-Maghribi, Syaikh Muhammad al-Khayari al-Maghribi, Syaikh Ahmad al-Barzanji dan Syaikh Muhammad bin Yusuf al-Khayyath.
Continue reading “Surkati Sosok Reformer Sejati”

Ahmad Surkati, Pembaharu Islam di Indonesia

AHMAD SURKATI, PEMBAHARU DAN PEMURNI ISLAM DI INDONESIA

Oleh: Katamsi Ginano

 Syekh Ahmad Surkati asliMenengok kembali Indonesia di akhir abad 19 hingga awal abad 20, kita menyaksikan hiruk pikuk pertentangan ideologi, praktek, dan politik beragama. Banyak literatur mencatat, hingga periode 1930-an, di tengah gejolak kolonialisme Belanda, kegairahan pencarian jati diri kaum muslimin melahirkan banyak tokoh dan organisasi yang mengusung panji Islam.

Nama-nama seperti Haji Zamzam (pendiri Persatuan Islam), Kiai Hasjim Asj’ari (Nahdlatul Ulama), Kiai Haji Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irsyad) mengedepan sebagai ulama, cendekiawan, dan intelektual Islam. Mereka bahkan tak hanya membaktikan ide-ide dan ajarannya terhadap pengembangan agama yang dibawa Rasulullah Muhammad saw. ini, tapi juga ikut menyuburkan semangat nasionalisme yang mengantarkan Indonesia merdeka di tahun 1945.
Continue reading “Ahmad Surkati, Pembaharu Islam di Indonesia”

Biografi Singkat Ahmad Surkati

SYEIKH AHMAD SURKATI AL-ANSHARI

(Pendiri Al-Irsyad Al-Islamiyyah)

 

 Ahmad Surkati 220SYEIKH AHMAD SURKATI adalah tokoh utama berdirinya Jam’iyat al-Islah wa Al-Irsyad al- Arabiyah (kemudian berubah menjadi Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah), atau disingkat dengan nama Al-Irsyad. Banyak ahli sejarah mengakui perannya yang besar dalam pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, namun sayang namanya tak banyak disebut dalam wacana sejarah pergulatan pemikiran Islam di Indonesia.

Sejarawan Deliar Noer menyatakan Ahmad Surkati “memainkan peran penting” sebagai mufti. Sedang sejarawan Belanda G.F. Pijper menyebut dia “seorang pembaharu Islam di Indonesia.” Pijper juga menyebut Al-Irsyad sebagai gerakan pembaharuan yang punya kesamaan dengan gerakan reformasi di Mesir, sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha lewat Jam’iyat al-Islah wal Irsyad (Perhimpunan bagi Reformasi dan Pimpinan).

Sejarawan Abubakar Aceh menyebut Syeikh Ahmad Surkati sebagai pelopor gerakan salaf di Jawa.
Continue reading “Biografi Singkat Ahmad Surkati”